Rabu, 13 April 2011

Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Indonesia merupakan suatu negara kesatuan. Sebagai negara kesatuan yang menggunakan sistem desentralisasi, maka pemerintahan daerah merupakan bagian integral dari pemerintahan pusat dan pengawasan penyelenggaraan terhadap pemerintahan daerah tidak dapat terelakan.Tujuan dari pengawasan ini yaitu untuk menjamin agar terselenggaranya pemerintahan daerah berjalan sesuai dengan harapan yang telah ditentukan di dalam ketentuan perundang-undangan. Sedangkan jenis-jenis dari pengawasan yaitu pengawasan preventif, pengawasan represif, pengawasan positif dan pengawasan negatif. Penerapan konsepsi pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia dapat kita lihat di dalam satu undang-undang terdapat dua jenis pengawasan sekaligus, sementara undang-undang yang lain hanya menerapkan satu jenis pengawasan. Sementara itu dalam UU No.5 Tahun 1974 dikenal beberapa jenis pengawasan yaitu pengawasan umum, pengawasan preventif, dan pengawasan represif.
Dalam UU No.32 Tahun 2004 memposisikan masalah pengawasan dan pembinaan dalam satu paket. Dalam rangka mengoptimalkan fungsi pengawasan dan pembinaan Pemerintah dapat menerapkan sanksi kepada penyelenggara pemerintahan daerah apabila terdapat penyimpangan dan pelanggaran oleh penyelenggara pemerintahan daerah tersebut. Jadi pengawasan terhadap daerah harus dalam rangka pembinaan terhadap daerah itu sendiri agar tujuan pemberian otonomi kepada daerah sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga pembinaan dan pengawasan harus menjadi satu kesatuan. Dalam rangka pelaksanaan fungsi pembinaan dan pengawasan tersebut Pemerintah Pusat mengeluarkan PP No.79 Tahun 2005 sebagai pelaksanaan dari UU No.32 Tahun 2004.
Dalam UU No. 32 Tahun 2004 juga diatur mengenai mekanisme pembatalan Perda. Bahwa Perda itu dapat dibatalkan dengan Perpres paling lama 60 hari sejak Perda itu diterima oleh Pemerintah. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, perda itu dibatalkan oleh Keputusan Mendagri. Hal ini sangat logis, pengawasan berupa pembatalan dan/atau penangguhan peraturan perundang-undangan di tingkat daerah dilakukan oleh Mendagri untuk peraturan yang ditetapkan ditingkat provinsidan oleh Gubernur untuk peraturan yang ditetapkan di tingkat kabupaten/kota. Dalam kaitan dengan fungsi pengawasan preventif Pemerintah Pusat (Mendagri) dapat melakukan evaluasi terhadap Raperda provinsi mengenai APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD. Sedangkan Gubernur dapat melakukan evaluasi terhadap Raperda Kabupaten/Kota tentang APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD. Dengan demikian bahwa tindakan Pemerintah Pusat (Mendagri/Gubernbur) dapat berupa evaluasi untuk Raperda tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah, berupa pengesahan bagi rancangan peraturan kepala daerah dan pembatalan terhadap perda atau peraturan kepala daerah. Jadi pengawasan preventif dapat dilihat dari evaluasi dan pengesahan, sedangkan pengawasan represif dapat dilihat dari pembatalan.
Komentar:
Menurut saya Indonesia yang menggunakan sistem desentralisasi sudah tepat sebab tiap daerah diberi tanggung jawab untuk mengurus daerahnya sesuai dengan kemampuan daerah tersebut. Supaya pelaksanaan dari sistem desentralisasi itu dapat berjalan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan tetap menjaga kreatifitas daerah otonom untuk berprakarsa maka diperlukan suatu pengawasan dari Pemerintahan Pusat kepada Pemerintahan Daerah. Selain pengawasan juga diperlukan suatu pembinaan yang bertujuan mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Jadi pembinaan dan pengawasan ini harus dalam satu kesatuan yang utuh, tidak boleh terpisah.
Sedangkan apabila saya melihat dalam praktek mengenai mekanisme pembatalan perda, dapat terlihat suatu keganjilan dimana Perda dapat dibatalkan oleh Keputusan Mendagri. Hal tersebut memang logis apabila kita mengatakan bahwa tindakan tersebut mungkin merupakan suatu “pendelegasian” wewenang dari Presiden kepada Mendagri. Akan tetapi hal tersebut tidak dapat dibenarkan karena tindakan tersebut jelas-jelas bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan dimana pembatalan Perda hanya dapat dilakukan dengan Perpres sehingga apabila suatu Perda yang dibatalkan oleh Keputusan Mendagri maka tindakan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum. Sehingga disini diperlukan adanya peranan dari masyarakat untuk ikut serta mengawasi kinerja Pemerintahan Daerah.
Selain itu, dalam hal suatu Perda yang dibatalkan akan mengakibatkan adanya suatu kekosongan hukum. Hal ini sangat merugikan masyarakat karena dengan adanya suatu pembatalan maka adanya suatu ketidakpastian dan ketidaktertiban karena kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat suatu daerah tidak terakomidir oleh suatu peraturan yang seharusnya berfungsi untuk menjamin adanya suatu kepastian, keadilan dan ketertiban. Contohnya saja suatu Perda di Sampit yang dibatalkan oleh Mendagri, karena Perda tersebut dianggap bertentangan. Perda yang dibatalkan tersebut mengatur mengenai Minum Keras. Akibat dari pembatalan tersebut peredaran minuman keras di daerah Sampit menjadi tidak terkontrol dan Pembatalan yang dilakukan oleh Mendagri tersebut tidak memliki kekuatan hukum.

5 komentar:

  1. mksh ya tulisannya,,
    izin di jadiin referensi ya bagian yg mngenai pengawasan preventif dan represif..
    thks..

    BalasHapus
  2. iyaa, sama2 ya.. alhamdulilah kalau bermanfaat :)

    BalasHapus
  3. makasih atas informasinya bermanfaat banget...
    salam kenal

    ttd
    bangdolfi.blogspot.com

    BalasHapus
  4. maaff,, daftar pustakanya apakah ada??

    BalasHapus
  5. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus